Breaking News

Jumat, 11 Juli 2014

Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi

“Whatever women do they must do twice as well as men to be thought half as good.

Luckily, this is not difficult.” (Charlotte Whitton)

Kutipan di atas menjadi pamungkas pengantar Rocky Gerung dalam buku kedua yang ditulis oleh Ani Soetjipto, Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi. Gerakan politik perempuan Indonesia telah mencapai beberapa kemajuan penting, kuota bagi perempuan di kursi dewan salah satunya. Tetapi, apakah capaian kuantitatif cukup dijadikan dasar bagi keberhasilan sebuah gerakan perempuan di Indonesia secara menyeluruh? Tujuan transformasi politik bukanlah pekerjaan rumah yang mudah, susah-susah gampang. Tantangan feminisasi kemiskinan, struktur birokrasi dan institusi pembangunan di Indonesia yang masih dilekati oleh “watak patriarki”. Maka, pertanyaan besarnya adalah bagaimana gerakan perempuan Indonesia harus menyikapi kondisi secara politik?

Pengamat politik senior Ani Soetjipto memaparkan temuan-temuan empiris serta pemikirannya tentang tantangan dan masa depan gerakan perempuan dalam konstelasi politik Indonesia terkini dalam sebuah buku. Diawali dengan tajuk “Politik Harapan” tidak berlebihan rasanya di tengah arus menggila dan menggilas belakangan ini, para pembaca diberikan setitik cahaya. Optimisme.

Bingkai pendahuluan menjadi sesi perkenalan dari penulis kepada pembaca tentang apa yang ingin disampaikan dalam buku ini. Disampaikan lugas dan tidak bertele-tele, pembaca bisa dengan mudah memahami apa isi buku. Uraian singkat tersebut setidaknya menjadi acuan penting bagi pembaca sebelum memulai tur babak pertama hingga ketiga.

Bab pertama memaparkan perkembangan gerakan perempuan di arena politik formal di Indonesia. Penulis menggunakan pendekatan periodical pada bab ini, yaitu fokus temuan dari tahun 1998 – 2008. Isinya merupakan kombinasi hasil studi dan analisis esai, memaparkan capaian, kendala dan tantangan yang dihadapi oleh gerakan perempuan. Premis besar dalam bab pertama buku ini adalah tantangan implementasi pengarusutamaan gender (PUG), khususnya pejabat publik dalam kebijakan, program, dan penganggaran. Gerakan sosial, (semestinya) juga gerakan perempuan pada masa kekinian lebih direlasikan dengan masyarakat sipil, bukan ekonomi bahkan politik. Salah satu penelitian empiris menemukan “struktur kesempatan politik” yang diusung gerakan sosial (justru) bias gender. Partai politik dan negara (lokal dan nasional) cenderung didominasi oleh laki-laki. Analisa dan jawaban tentang tantangan tersebut dipaparkan secara komprehensif dalam bab pertama.

Bab kedua berisi catatan advokasi yang berfokus pada upaya mendesak perubahan sistemik lewat amandemen paket Undang-Undang Politik yang berlangsung sepanjang 2007-2009. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghantam gerakan perempuan dengan kejutan pada akhir 2008. Pembatalan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10/ 2008 yang mengatur tata cara penentuan calon terpilih menggunakan nomor urut namun di sisi lain menerima secara konstitusional Pasal 53 dan 55 yang mengatur tentang kebijakan alternatif untuk kelompok perempuan. Inkonsistensi sikap politik pejabat publik pembuat dan pemutus kebijakan terpapar dalam pembahasan bab ini.

Penutup dalam buku ini lebih kepada ajakan penulis untuk bersama-sama kita mewujudkan mimpi gerakan perempuan Indonesia dengan format dan strategi baru. Reformasi 1998 yang dianggap sebagai tonggak pembaharuan kehidupan politik dan upaya membangun pemerintahan yang demokratis tentunya tidak bisa lepas dari gerakan perempuan. Pengarusutamaan gender dan engendering democracy dianggap sebagai jawaban yang tepat untuk tantangan situasi gerakan politik perempuan di Indonesia saat ini. Ulasan buku ini menjadi jawaban atas kebutuhan mendesak politik perempuan. Bahwasanya, politik perempuan adalah politik untuk memperbaiki peradaban, yaitu upaya historis untuk membebaskan kemanusiaan dari cengkeraman kekuasaan (patriarkis). Membaca buku ini memberikan segurat harapan dan semangat optimisme bahwa politik perempuan perlu dan tidak mungkin tidak dijalankan.[lt] Sumber :www.ti.or.id

_________________________
Judul : Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi; Penulis : Ani Soetjipto; Editor: Fitri Bintang Timur; Penerbit: Marjin Kiri, Jakarta; Cetakan pertama, April 2011; Tebal: 139 hal + xxi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Published.. Blogger Templates