Breaking News

Jumat, 18 Juli 2014

Wikanti : Tinjau Ulang Kebijakan Afirmatif Politik Perempaun

Dok. balimeter.com
balimeter.com – Penerapan Affirmative action (tindakan afirmatif) untuk kaum perempuan dalam kancah politik perlu ditinjau ulang. Kebijakan afirmatif dengan memberikan jatah 30 persen jumlah perempuan dalam daftar calon legislatif belum sepenuhnya mengangkat jumlah keterwakilan perempuan dalam parlemen. Hal tersebut disampaikan oleh Wikanti, S.Ag Sekretaris Jenderal Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) di sela-sela kesibukannya melakukan kunjungan kerja di Bali.

Menurut Wikanti, kebijakan afirmatif sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 53 dan Pasal 55 UU Nomor 10 tahun 2008 masih berpotensi untuk direvisi kembali untuk meningkatkan keterwakilan kaum perempuan dalam parlemen.

“Undang-undang sudah cukup baik memberikan hak afirmatif 30 persen untuk jatah calon legislatif perempuan. Tapi, tetap saja tingkat keterpilihan kaum perempuan masih rendah. Ini adalah akibat budaya patriarki yang sudah mendarah-daging dalam masyarakat kita. Pada saat pemilihan tetap saja harus bersaing bebas dengan politisi pria. Nah, ke depan perlu terobosan hukum yang lebih progresif lagi,” tutur Wikanti.

Wikanti menambahkan, terobosan hukum yang dimaksud tidak hanya jatah 30 persen dalam daftar calon legislatif. Tetapi, setelah dilakukan pemilihan dan perhitungan suara,30 persen jatah kursi legislatif harus dipisahkan dulu untuk diperebutkan oleh calon perempuan. Kemudian 70 persen diperebutkan oleh calon legislatif laki-laki. Jadi, antara calon legislatif perempuan dan laki-laki tidak dibiarkan bertarung secara bebas.

“Tindakan afirmatif itu kan hak lebih yang diberikan kepada perempuan agar dapat berkiprah dalam dunia politik. Tujuannya untuk memberikan kelonggaran kepada perempuan dalam ranah politik yang tertinggal jauh dari kaum laki-laki. Ketertinggal kaum perempuan akibat dari faktor budaya dan politik selama ini yang tak berpihak pada perempuan, akhirnya memarjinalkan perempuan dalam ranah politik. Jadi, kalau mau memberikan keistimewaan kepada perempuan, jangan setengah-setengah dong!” ungkap Wikanti. (Df)
Read more ...

Rataya: Perjuangan Untuk Kaum Wanita Hindu Tak Harus di Parlemen

Dok. balimeter.com
balimeter.com – Ketua Umum Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Ir. Rataya B. Kentjanawathy baru-baru ini menyampaikan, kiprahnya dalam memperjuangkan kaum perempuan Hindu tak pernah pudar. Perjuangan tersebut dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Perjuangan dapat dilakukan bersama-sama dalam wadah organisasi maupun oleh individu-individu yang peduli terhadap wanita, khususnya wanita Hindu. Perjuangan dapat dilakukan melalui parlemen maupun di luar parlemen.

Ir. Rataya B. Kentjanawathy adalah salah satu calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) daerah pemilihan Provinsi Bali yang telah berkontestasi dalam Pemilu legislatif 2014. Namun, sayang Ir. Rataya B. Kentjanawathy belum mendapat keberuntungan melenggang ke Senayan. Meski belum terpilih sebagai anggota DPD, Ir. Rataya tetap berkomitmen untuk berjuang bagi kemajuan masyarakat Bali, khususnya untuk kaum perempuan.

“Sebelumnya saya mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan tujuan agar lebih mudah menggaungkan kepentingan wanita Hindu di tingkat pusat. Tetapi, oleh karena untuk menuju ke sana harus melewati proses politik, maka jalannya menjadi sedikit rumit. Rumus Politik selalu mengacu pada tingkat popularitas dan elektabilitas. Sebaik dan seideal apapun visi dan misi yang kita tawarkan tidak langsung menjamin kita akan dipilih. Namun, kita tetap menghormati apa pun kehendak rakyat melalui proses demokrasi yang baik,” tutur istri Mayjen (purn.) TNI Sang Nyoman Suwisma ini lantang.

Rataya juga berharap, ke depan kaum perempuan Bali yang terjun di dunia politik harus bisa lebih maksimal lagi agar tingkat popularitas dan eletabilitasnya tidak kalah dengan kaum pria. Rataya akan tetap memberikan motivasi dan dukungan kepada politisi perempuan. Rataya menganggap, hanya wakil rakyat perempuan yang dapat memahami sepenuhnya, apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi kaum perempuan itu sendiri.

“Saya sendiri bukannya kapok terjun di dunia politik. Tetapi, lebih baik saya mendorong adik-adik politisi perempuan muda untuk merebut kesempatan. Sekarang saya lebih fokus mengurus WHDI, terutama membantu menguatkan beberapa WHDI daerah yang baru terbentuk,” ungkap Rataya. (Df)
Read more ...

DPD KNPI Bali Akan Selenggarakan Dialog Jelang Pengumuman Hasil Pilpres 2014

Dok. balimeter.com
balimeter.com – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Bali akan menyelenggarakan acara dialog publik. Acara yang bertema “Memantapkan Nasionalisme melalui Pesta Demokrasi” ini akan berlangsung besok (19/07) di Gedung Widhia Sabha Utama Universitas Warmadewa mulai pukul 08.00 Wita sampai selesai.

Peserta yang diundang sekitar 250 orang, terdiri dari akademisi, politisi, perwakilan organisasi kepemudaan, perwakilan BEM universitas seluruh Bali, perwakilan LSM, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Menurut Ketua Umum DPD KNPI Bali Nyoman Gede Antaguna, SE., SH., MH. atau yang akrab disapa Mangde, acara dialog publik ini sengaja diselenggarakan sebelum pengumuman hasil Pilpres 22 Juli 2014 oleh KPU.

“Kisruh saling kalim dan ngotot-ngototan antar kubu Capres terkait hasil Pemilu membuat masyarakat akar rumput bingung. Pemandangan seperti ini tidak elok dipertontonkan terus-menerus. Pesta demokrasi sudah dilewati dengan baik. Masyarakat seharusnya diberikan pendidikan politik yang baik. Tunggu saja hasil pengumuman resmi dari KPU. Kenapa harus ribut dengan data quick count versi lembaga survey?” ungkap Mangde.

Mangde menambahkan, diolog publik ini bertujuan untuk mengingatkan kita semua, pelaksanaan demokrasi yang baik mesti dibarengi dengan rasa nasionalisme yang kuat. Jika tidak, demokrasi akan tercerabut dari tujuannya,dan demokrasi akan mengancam persatuan bangsa. Elit politik seharusnya memberikan contoh berdemokrasi yang baik kepada masyarakat akar rumput. Bukannya terus-menerus menjalarkan akar permasalahan. Pelaksanaan demokrasi yang konstitusional akan menghasilkan kualitas demokrasi yang baik.

“Kami sebagai generasi muda bangsa yang peduli dengan keutuhan bangsa, sangat risau dengan konstalasi politik yang semakin memanas akhir-akhir ini, dampak dari kisruh soal hasil Pilpres. Untuk itu kami selalu berupaya menyediakan ruang saling mendengarkan, ruang saling berargumentasi yang mengedepankan etika melalui forum dialog ini,” kata Mangde. (Df)
Read more ...

Rabu, 16 Juli 2014

Memantapkan Nasionalisme Melalui Pesta Demokrasi

Oleh : Nyoman Gede Antaguna, SE., SH., MH.
Dok. Balimeter.com
Tahun 2014 menjadi tahun bersejarah dalam perjalanan demokrasi bangsa Indonesia. Pada tanggal 9 April 2014 kita telah melewati satu tahapan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota dan Provinsi, Deawan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pemilihan anggota legislatif tersebut telah berjalan sesuai dengan rencana tahapan Pemilu. Segala tantangan dan hambatan telah dilewati dalam batasan konstitusi. Kemudian pada tanggal 9 Juni 2014 kita bangsa Indonesia telah melewati tahapan Pemilu Presiden (Pilpres). Sampai tulisan ini dibuat, Pilpres masih dalam tahapan perhitungan.

Pilpres 2014 ini memiliki keistimewaan tersendiri dibanding Pilpres langsung pada dua periode Pilpres sebelumnya. Pada Pilpres 2004 diikuti oleh lima pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Pada Pilpres 2009 diikuti oleh tiga pasangan Capres dan Cawapres. Sedangkan Pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua pasangan Capres dan Cawapres. Keistimewaan yang pertama, dengan sedikitnya pasangan calon dapat diartikan bahwa calon yang tampil betul-betul telah melewati tahap kualifikasi oleh koalisi partai pengusung. Kedua, selera partisipasi masyarakat semakin meningkat. Ketiga, dari aspek penyelenggaraan tentu lebih efektif dan efisien. Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus, yang pada intinya Pilpres yang diikuti oleh dua pasangan calon cukup satu putaran.

Nasionalisme dan demokrasi adalah dua menu utama yang telah kita pilih sejak founding father kita mendirikan negara bangsa ini. Nasionalisme adalah jiwa kebangsaan, zat perekat, nilai pemersatu, rasa setia pada persatuan dan jaringan sel hidup yang melingkupi bangsa ini. Sedangkan demokrasi adalah cara kita menyelenggarakan kehidupan berbangsa dari, oleh dan untuk rakyat. Nasionalsme dan demokrasi adalah satu kesatuan yang utuh, ibarat jiwa dan raga yang mesti sama-sama sehat. Sebab bila jiwa saja yang sehat, maka tak ada apapun yang dapat dikerjakan. Sebaliknya bila raga saja yang sehat, raga akan bergerak tanpa kendali, laiknya manusia yang hehilangan akal sehat. Keduanya harus saling sinergi untuk mencapai tujuan.

Nasionalisme yang berlebihan akan tipis bedanya dengan fasisme. Nasionalisme yang kebablasan dapat mengarah pada tirani otoriterian. Bahkan, nasionalisme yang keterlaluan akan menghancurkan nilai-nilai demokrasi. Sebaliknya. Demokrasi yang berlebihan akan tipis bedanya dengan anarkisme. Demokrasi yang kebablasan akan mengarah pada liberalisme. Dan demokrasi yang keterlaluan akan menghancurkan nilai-nilai kebangsaan itu sendiri. Oleh sebab itu, keduanya harus diberi porsi yang seimbang agar tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Selanjutnya diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Kembali mengenai Pilpres 2014. Harus di akui, selera partisipasi rakyat dalam perhelatan demokrasi kali ini jauh lebih baik dibanding hajatan yang sama sebelumnya. Beberapa golongan masyarakat semisal seniman, akademisi, rohaniawan, dan aktivis LSM yang dulu bersikap abu-abu bahkan golput aktif, kini langka ditemukan. Mulai dari penyayi dangdut, penyanyi rock, bintang film, sampai penyayi punk sekalipun masing-masing punya Capres idola. Begitu pula akademisi, rohaniawan dan aktivis LSM, tak jarang kita temukan berdiri gagah di pangung-panggung utama saat kampanye Pilpres.

Kini gagap gempita dan hingar-bingar pesta demokrasi telah kita lewati dengan hati riang gembira. Tanggal 9 Juli rakyat telah menentukan pilihan. Masyarakat akar rumput kini sudah tenang dan kembali bekerja. Namun kelompok elit, terutama tim pemenangan masing-masing Capres rupanya tak setenang masyarakat akar rumput, malah tampaknya semakin menjalarkan akar masalah. Akar masalahnya dimulai dari saling klaim menang versi hitungan cepat (quick count) oleh lembaga survey. Kemudian beberapa hari ini nampaknya masing-masing kubu mulai klaim menang versi hitungan asli (real count) oleh tim masing-masing.

Berita saling klaim dan perdebatan antar tim soal hasil Pemilu di atas, tentu bukan pemandangan indah untuk dipertontonkan kepada masyarakat. Bukankah sudah ada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga resmi yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan, menghitung serta menetapkan hasil Pemilu? Pada tanggal 22 Juli 2014 KPU akan mengumumkan secara resmi perolehan suara masing-masing pasangan calon. Bila ada pihak yang hendak menyanggah hasil penetapan KPU, konstitusi kita telah menyediakan jalur untuk mengajukan keberatan melalui Mahkamah Konstitusi.

Dalam menanti detik-detik pengumuman resmi KPU ini, saatnya memberikan pencerahan kepada masyarakat. Demokrasi kita adalah demokrasi konstitusional. Demokrasi kita dijalankan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Bukan demokrasi lembaga survey. Bukan pula demokrasi tim pemenangan. Demokrasi yang dilaksanakan sesuai konstitusi akan memperkokoh dan memantapkan nasionalisme bangsa Indonesia. Dalam setiap kontestasi, tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Tetapi, dalam kontes demokrasi tidak pernah ada yang disisihkan karena semangat dalam kontes demokrasi adalah semangat yang dilandasi rasa persatuan dan kesatuan. Gagasan cemerlang membangun bangsa bukan untuk diadu, melainkan untuk saling disinergikan. Mari kita mantapkan nasionalisme kita melalui pesta demokrasi yang indah ini.

Penulis adalah Ketua Umum DPD KNPI Bali
Read more ...

Jelang Pilpres 2014, Merebut Simpati Tanpa Mencela

Oleh : Nyoman Gede Antaguna, SE., SH., MH.

Dok. Balimeter.com
Pemilihan Calon Presiden RI 2014 – 2019 tinggal hitungan hari. Perdebatan siapa calon presiden terbaik semakin sengit. Detik per detik: di media massa, media sosial, di pasar-pasar tradisonal, di super mall, di tempat-tempat keramaian, di sudut-sudut kampus, di mana-mana, dari lorong-lorong kota hingga ke pelosok desa dihiasi pembicaraan calon presiden. Begitu indahnya dinamika demokrasi yang menjunjung tinggi kemerdekaan berpendapat dan kemerdekaan memilih setiap orang.

Mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, sedalam-dalamnya, sedetail-detailnya dan sebenar-benarnya tentang rekam jejaak calon yang akan dipilih adalah sebuah keniscayaan. Kemerdekaan memilih pada akhirnya diharapkan menjadi sebuah demokrasi rasional, bukan demokrasi “Pokoknya si A” atau “Asal Bukan si B”.

Proses demokrasi melalui pemilihan presiden secara langsung tak kalah penting ketimbang hasil pemilihan. Proses yang baik sudah tentu akan melahirkan hasil yang baik. Jika diumpamakan proses sebagai mesin pencetak hasil, maka mesin tersebut mutlak harus dijaga keberlangsungannya. Jika mesin cetak rusak, maka rusak pula seluruh hasil berikutnya. Di tengah subjektivitas pilihan masing-masing, ada objektivitas proses yang baik menjadi kepentingan bersama untuk dijaga.

Dalam waktu yang relatif sigkat ini, mari kita jelaskan sebaik-baiknya visi dan misi, nilai lebih dan kompetensi masing-masing calon pilihan. Jangan lagi terjebak untuk saling menyerang, saling mencela, saling bongkar kekurangan, dan juga saling melempar isu yang tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sebaik-baiknya hasil kerja politik adalah kerja politik mendapatkan dukungan dan simpati terbaik dari rakyat dengan proses yang baik. Tanggungjawab terbesar setiap insan politik bukan hanya sekedar memenangkan pertarungan politik, tetapi memberikan pendidikan politik kepada rakyat suatu keniscayaan.

Perbedaan cara pandang, perbedaan pilihan, perbedaan jalan yang ditempuh dan perbedaan cara kerja bukanlah sesuatu yang terlalu penting untuk diperdebatkan. Tetapi, ada yang lebih penting, yakni tawaran terbaik masing-masing untuk disinegikan. Dengan demikian, rakyat tidak lagi disuguhkan pemandangan usang kontra politik yang meresahkan. Sebaliknya, rakyat mendapatkan pencerahan politik yang menyejukkan. Kesejahteraan yang digembar-gemborkan tidak hanya terpenuhinya kebutuhan rakyat yang bersifat material. Tetapi, terpenuhinya suasana tentram selama proses demokrasi adalah kebutuhan rakyat yang bersifat spiritual.

Demokrasi adalah jalan terbaik yang telah kita pilih untuk mengantarkan rakyat mencapai kesejahteraan. Menjelang perhelatan pesta demokrasi, Pilpres 9 Juli 2014 nanti, telah lahir dua pasang calon presiden dan calon wakil presiden. Semuanya adalah putra terbaik bangsa yang telah teruji melewati tahap demi tahap proses demokrasi. Semuanya telah hadir sebagai anak kandung demokrasi yang kita idam-idamkan. Pasangan nomor urut 1: Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Pasangan nomor urut 2: Joko Widodo – Jusuf Kalla. Di antara kedua pasangan ini, rakyat akan memilih salah satu pasangan terbaik untuk memimpin bangsa ini lima tahun ke depan. Mari kita raih simpati rakyat dengan memberikan informasi sebaik-baiknya calon pilihan kita, tanpa harus saling mencela yang lain.

KNPI Bali sebagai organisasi yang menghimpun seluruh elemen pemuda telah menentukan sikap politik. KNPI Bali telah menjatuhkan pilihan kepada demokrasi yang mencerdaskan. Oleh karena itu, NKPI Bali menyiapkan pentas pencerahan, ruang saling mendengarkan, dan panggung untuk saling meyakinkan

Penulis adalah Ketua Umum DPD KNPI Bali
Read more ...

Selasa, 15 Juli 2014

Koalisi Bhinneka Tunggal Ika Desak KPU Bali Netral

DENPASAR Sindonews.com - Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Bhinneka Tunggal Ika mendatangi KPU Bali. Mereka mendesak agar lembaga penyelenggara pemilu itu tetap independen dan menjaga perjalanan surat suara pemilihan presiden.

Mereka yang tergabung dalam Koalisi Bhinneka Tunggal Ika adalah akademisi, pelaku usaha pariwisata, mahasiswa, organisasi perempuan, dan LSM. Mereka diterima Ketua KPU Bali Dewa Raka Sandi, Jumat (11/7/2014).

Dalam kesempatan itu, Koordinator Koalisi Bhinneka Tunggal Ika (KBTI) Wayan Sudirta mengatakan, secara umum pilpres di Bali berjalan lancar dan aman meski ada beberapa catatan. "Kami dari 20 eksponen di masyarakat meminta agar KPU Bali tetap bersikap netral, konsisten menjaga perjalanan surat suara agar tidak terjadi kecurangan sampai rekapitulasi  penghitungan  suara resmi 22 Juli," tegas Sudirta.

Pihaknya berharap, KPU, polisi, TNI, bersikap netral, tidak terpancing dengan berbagai kontroversi penghitungan surat suara versi hitung cepat atau quick count. KPU diingatkan tidak terpengaruh dengan berbagai upaya pihak yang ingin mencoba memainkan surat suara pilpres, karena bisa melahirkan konflik horizontal dan vertikal di masyarakat.

Hal yang sama disampaikan eksponen dari akademisi Universitas Udayana Prof Made Bakta. Menurutnya, potensi konflik sangat besar mengingat sampai saat ini terjadi kontroversi penghitungan quick count yang hasilnya masing-masing kubu capres mengklaim kemenangan.

"Kami akan mengawal, mem-backup KPU agar bekerja dengan baik segera menutup simpul-simpul masalah. Jangan sampai amanat rakyat dicederai dengan hal-hal yang bisa melahirkan konflik," imbuhnya.

Dia mengingatkan, Bali adalah etalase Indonesia sehingga jika terjadi konflik horizontal atau vertikal akibat proses pilpres yang dinodai kecurangan atau pelanggaran, dampaknya sangat besar bagi Bali dan Indonesia.

(zik)
Read more ...

KPU Denpasar Jadwalkan Rekapitulasi Suara pada 16 Juli

Metrotvnews.com, Denpasar: Komisi Pemilihan Umum Kota Denpasar menjadwalkan rekapitulasi perolehan suara hasil pemilu presiden untuk tingkat kota itu akan digelar pada 16 Juli 2014.

"Kami sudah dalam proses pra-rekapitulasi hari ini untuk persiapan rekapitulasi yang diadakan Rabu (16/7), mulai pukul 10.00 WITA," kata Ketua KPU Kota Denpasar Gede Jhon Darmawan di Denpasar, Selasa (15/7).

Menurut dia, rekapitulasi suara tingkat Kota Denpasar dapat dilaksanakan 16 Juli karena rekapitulasi tingkat kecamatan sudah selesai pada 13 Juli 2014.

"Hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan sudah masuk semua, baik itu soft copy maupun hard copy sebagai bahan untuk pleno rekapitulasi," ujarnya.

Berdasarkan data rekapitulasi dari empat kecamatan di Kota Denpasar, pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kallau unggul di semua kecamatan mengalahkan pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Di Kecamatan Denpasar Selatan perolehan suara pasangan nomor 1 (22.047 suara) dan pasangan nomor 2 (63.072 suara); sedangkan di Kecamatan Denpasar Utara perolehan pasangan nomor 1 (18.503 suara) dan nomor 2 (63.473 suara); di Kecamatan Denpasar Timur perolehan pasangan nomor 1 (12.967 suara) dan nomor 2 (46.845 suara); dan di Kecamatan Denpasar Barat perolehan suara nomor 1 (26.363 suara) dan pasangan nomor 2 (68.230).

Jhon menambahkan untuk proses rekapitulasi di Kota Denpasar, semua kotak suara juga sudah disimpan di sekretariat KPU setempat.

"Jika besok ada permasalahan yang mengharuskan kita membuka kotak suara, kami sudah menyiapkan," ucapnya.

Dengan demikian, tambah dia, ketika ada permasalahan dalam perolehan suara, maka tidak harus mencari ke gudang KPU Denpasar yang letaknya cukup jauh. Pada rapat pleno rekapitulasi suara di KPU Denpasar akan dihadiri oleh ketua tim pemenangan dan saksi, unsur Panwaslu Denpasar, media massa dan sebagainya, serta terbuka untuk umum.

Sebelumnya jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Kota Denpasar sudah ditetapkan sebanyak 409.374 pemilih yang tersebar di 798 tempat pemungutan suara dan daftar pemilih khusus (DPK) sebanyak 319 pemilih. (ant)

(Adf)
Read more ...
Designed By Published.. Blogger Templates